• Licensed Tax Attorney: Sabastian M. Tambunan, S.E

• 27 Desember 2023

Pertanyaan

Yth. Abide Tax Consulting,

Pertama-tama, perkenalkan nama saya Fitria dari Bogor. Saya ingin menanyakan kepada Bapak/Ibu, status saya sudah
menikah, apakah boleh apabila NPWP saya digabungkan dengan NPWP suami? Jika boleh, bagaimana caranya dan
apa manfaatnya? Mohon penjelasannya dari Bapak/Ibu. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.

Jawaban

Terima kasih Ibu Fitria atas pertanyaan yang disampaikan kepada kami. Perihal pertanyaan yang Ibu Fitria berikan,
apabila kita mengacu pada ketentuan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”)
disebutkan bahwa:

“Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan
ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan
yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal
tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah”.

Dengan demikian, mengacu pada ketentuan Penjelasan Pasal 8 UU PPh, sepanjang Ibu Fitria dengan suami Ibu yang
statusnya telah menikah, tidak memilih untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara terpisah maka NPWP Ibu
dapat digabung dengan NPWP suami Ibu.

Lebih lanjut, mengacu pada ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Direktur Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (“PER-04”) disebutkan bahwa terhadap wanita kawin yang telah memiliki NPWP, namun
menghendaki pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabung dengan pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan suami maka atas NPWP wanita kawin tersebut dilakukan penghapusan NPWP ke
KPP di mana istri terdaftar.

Namun demikian, dengan penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk transaksi perpajakan, yang awalnya
berlaku efektif mulai 1 Januari 2024 mendatang (waktu implementasi telah diundur hingga Juli 2024) maka terkait
petunjuk teknis penggabungan maupun penghapusan NPWP untuk wanita kawin perlu memperhatikan petunjuk teknis
terbaru yang dimungkinkan diterbitkan sehubungan dengan implementasi NIK untuk transaksi perpajakan.
Selanjutnya, berikut ini kami ilustrasikan perhitungan pajak terutang dalam hal kewajiban perpajakan ibu dan suami
memilih untuk digabung.
Diasumsikan Ibu Fitria dan suami, sama-sama bekerja di suatu perusahaan dan memiliki 2 tanggungan. Suami memiliki
penghasilan neto sebesar Rp 150.000.000 pertahun dan Ibu Fitria memiliki penghasilan neto sebesar Rp 84.000.000
pertahun, maka berikut ini adalah ilustrasi perhitungannya:

Perhitungan PPh 21 SuamiPerhitungan PPh 21 Istri
Penghasilan NetoRp 150,000,000.00Penghasilan NetoRp 84,000,000.00
PTKP K/2Rp 67,500,000.00PTKP TK/0Rp 54,000,000.00
PKPRp 82,500,000.00PKPRp 30,000,000.00
PPh 21 TerhutangRp 6,375,000.00PPh 21 TerhutangRp 1,500,000.00
PPh 21 Dipotong pada 1721 A1Rp 6,375,000.00PPh 21 Dipotong pada 1721 A1Rp 1,500,000.00
PPh 21 kurang/lebih bayarPPh 21 kurang/lebih bayar

 

Pemberi kerja masing-masing telah melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku, sehingga dalam contoh di atas maka tidak terdapat kekurangan pajak yang harus dibayar dalam pelaporan
SPT PPh Orang Pribadi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam hal suami istri memilih untuk menggabungkan pemenuhan
kewajiban perpajakannya maka.
Pertama, istri tidak perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), oleh karena telah digabung
pelaporannya pada SPT PPh Orang Pribadi suami.

Kedua, penghasilan istri dari satu pemberi kerja dianggap sebagai penghasilan final, sehingga tidak dihitung kembali
dalam penghitungan PPh terutang di akhir tahun dalam pelaporan SPT PPh Orang Pribadi suami.

Hormat kami,
Sabastian M. Tambunan
Licensed Tax Attorney

“Disclaimer!”

Seluruh informasi yang disediakan dalam laman ini bersifat umum dan disediakan untuk tujuan edukasi saja. Untuk itu, publikasi ini tidak dapat dianggap atau ditafsirkan sebagai suatu penafsiran hukum dan tidak dapat dijadikan bukti dalam suatu proses litigasi. Namun demikian, publikasi kami tidak mengikat pihak manapun, dan kami juga tidak bertanggungjawab atas interpretasi yang berbeda atas setiap penerapan penafsiran dari peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.